Tahun 2030, Tak Ada Lagi Pemukiman Kumuh di Perkotaan

Redaksi


IDNBC.COM  -
Tinggal di perkotaan kerap dinilai jauh lebih menjanjikan dibandingkan di pedesaan.


Kota dilihat banyak orang sebagai tempat yang potensial untuk mencari peruntungan dan mengais pundi-pundi rezeki.

Persepsi itu muncul tentu bukan tanpa alasan. Perkantoran dan gedung-gedung tinggi pencakar langit mayoritas ada di perkotaan.

Hal itu juga menjadi salah satu daya tarik banyak orang untuk datang ke kota.

Meski demikian, tak semua orang yang datang ke kota memiliki tujuan untuk bekerja di kantor, ada juga yang datang untuk berniaga, berwirausaha, atau berjualan di pinggir jalan.

Akibatnya, tren migrasi urban dari desa ke kota terjadi setiap tahunnya.

Dapatkan informasi, inspirasi dan insight di email kamu.
Daftarkan email

Momen itu terjadi terutama pasca-Lebaran. Warga pedesaan berbondong-bondong datang dan bermigrasi ke perkotaan dengan satu tujuan mencari pekerjaan.

Semakin banyaknya orang yang bermigrasi ke perkotaan membuat ruang hidup di kota semakin padat dan serba terbatas.

Mereka yang datang ke perkotaan pun rela tinggal di tempat yang seadanya untuk meminimalisasi pengeluaran.

Hal itu pula yang akhirnya mendorong munculnya pemukiman-pemukiman kumuh dan padat penduduk di perkotaan.

Sayangnya, kota kumuh ini terus berkembang dan menjalar ke mana-mana, bahkan Anda pun dapat menyaksikan sendiri fakta bahwa pemukiman kumuh ada hampir di setiap sudut perkotaan.

Pemukiman kumuh juga telah menjadi identitas perkotaan. Salah satu jalan yang ada di RT 02/RW 07 Sidokumpul, yang kini berubah menjadi elok dipandang.

Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, pemerintah menggalakkan program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku).

Program ini merupakan upaya strategis Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) guna mempercepat penanganan pemukiman kumuh di perkotaan.

Selain itu juga untuk mendukung Gerakan 100-0-100, yaitu 100 persen akses air minum layak, 0 persen permukiman kumuh, dan 100 persen akses sanitasi layak.

Sungai Ciloseh Kelurahan Panyingkiran Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya beberapa bulan sebelumnya masih terlihat kotor dan kumuh dipenuhi sampah rumah tangga karena minimnya kesadaran tak buang sampah ke sungai.

Program Kotaku ini merupakan salah satu program yang dilakukan dengan pola padat karya. Setiap tahun, Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR selalu menganggarkan untuk kegiatan padat karya program Kotaku tesebut.

Pada tahun 2021, anggaran kegiatan padat karya untuk program Kotaku dialokasikan sebesar Rp 976.600.000 untuk 2.099 lokasi dan ditargetkan dapat menyerap sebanyak 49.379 tenaga kerja.

Berdasarkan data e-Monitoring per tanggal 7 Juni 2021 realisasi keuangan kegiatan padat karya program Kotaku ini bahkan telah mencapai 56,97 persen atau sebesar Rp 551.261.300 dari total target anggaran untuk program Kotaku tahun ini.

Ada pun untuk realiasi fisiknya mencapai 14,24 persen dengan jangkauan lokasi yaitu sebanyak 1.002 dan telah menyerap tenaga kerja sebanyak 59.994 orang.

Tak ada lagi pemukiman kumuh tahun 2030

Pemerintah menargetkan tahun 2030 Indonesia bebas pemukiman kumuh di perkotaan.

Hal itu terungkap dari Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LaKIP) Direktorat Jenderal Cipta Karya Tahun 2020.

Dalam laporannya tercatat bahwa terdapat target penurunan pemukiman kumuh perkotaan yang dibagi menjadi tiga periode yaitu:

Periode 2017-2019

Targetnya 78 persen pelayanan air minum, 27.000 hektar target penurunan pemukiman kumuh perkotaan, dan 75 persen pelayanan sanitasi dengan alokasi anggaran sebesar Rp 47 triliun.

Periode 2020-2024

Targetnya 88 persen pelayanan air minum, 17.000 hektar target penurunan pemukiman kumuh perkotaan, dan 85 persen pelayanan sanitasi dengan alokasi anggaran sebesar Rp 128 triliun.

Periode 2025-2030

Targetnya 100 persen pelayanan air minum, 0 persen pemukiman kumuh perkotaan dan juga 100 persen pelayanan sanitasi, anggarannya yaitu sebesar Rp 170 triliun.

Dengan target seperti itu, pemerintah ingin pada tahun 2030, seluruh pemukiman di perkotaan merupakan smart living atau hunian yang cerdas.

Wakil Kepala Program Management Unit (PMU) Kotaku Mita Dwi Aprini mengatakan tahun 2021 ini, Pemerintah menargetkan penanganan kumuh seluas 6.000 hektar.

"Tahun ini kami menargetkan penanganan kota kumuh seluas 6.000 hektar," kata Mita seperti dikutip dari laman resmi kotaku.pu.go.id, Senin (12/07/2021).

Menurutnya, program tersebut dilakukan melalui beberapa pendekatan, yakni pertama, BPM Kotaku Reguler yang dilaksanakan di 365 desa/kelurahan (113 lokasi baru) pada 269 kecamatan di 145 kabupaten/Kota yang tersebar di 32 provinsi.

Kedua, BPM Kotaku Padat Karya Tunai atau CFW yang dilaksanakan di 1.632 desa/kelurahan pada 644 kecamatan di 209 kabupaten/kota yang tersebar di 33 provinsi terdampak pandemi Covid-19.

Ketiga, BPM Kotaku Peningkatan Penghidupan Berkelanjutan (PPMK) atau Livelihood yang dilaksanakan di 59 desa/kelurahan pada 55 kecamatan, 47 kabupaten/kota, yang tersebar di 14 provinsi.

Keempat, BPM Kotaku Hibah DFAT yang dilaksanakan di 43 desa/kelurahan pada 34 kecamatan di 15 kabupaten/kota yang tersebar di 11 provinsi.

Dia menegaskan, walau dalam kondisi pandemi Covid-19, target dan kualitas kegiatan Program Kotaku di lapangan tidak boleh ditawar harus baik dan sesuai target.

Seluruhnya harus berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan agar tetap bermanfaat buat masyarakat.

Di sisi lain, banyaknya lokasi BPM yang harus didampingi akan menjadi tantangan tersendiri. Namun ia yakin, Tim Kotaku mampu melakukan tugas dan mencapai target program tanpa hambatan.

"Ini sudah kita buktikan, dimana hampir satu tahun lebih kita melakukan pendampingan selama pandemi Covid-19 dengan berbagai cara dan media, Alhamdulillah sampai saat ini kita belum mengalami hambatan yang berarti," tutur Mita.

Program Kotaku menjadi salah satu instrumen bantuan pemerintah kepada masyarakat untuk memulihkan kondisi sosial dan ekonomi akibat dampak Covid-19, melalui pelaksanaan kegiatan dengan Cash For Works (CFW) serta Pola Padat Karya dalam perbaikan dan/atau pembangunan infrastruktur permukiman.

Program Kotaku bergulir sejak tahun 2017. Dalam pelaksanaannya, program ini menggunakan platform kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, kota/kabupaten, masyarakat dan stakeholder lainya dengan memosisikan masyarakat dan pemerintah kabupaten/kota sebagai pelaku utama (nakhoda).

Untuk implementasi pencegahan dan peningkatan kualitas pemukiman kumuh, terdapat beberapa tahap yang dilakukan yaitu mulai dari pendataan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi serta keberlanjutan.

Setiap tahapan dilakukan secara partisipatif dengan melibatkan masyarakat (LKM/BKM), pemerintah kabupaten/kota dan pemangku kepentingan lainnya (stakeholder).

"Disadari bahwa kegiatan pencegahan dan peningkatan kualitas permukiman kumuh berkaitan erat dengan masyarakat dan sebagai implementasi dari prinsip bahwa pembangunan yang dilakukan tidak boleh merugikan masyarakat," kata Direktur Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR Diana Kusumastuti seperti dikutip Kompas.com, dari laman Kementerian PUPR, Jumat (25/06/2021).

Karena itu, dalam pelaksanaan Program Kotaku, Pemerintah selalu menerapkan penapisan (pengamanan) lingkungan dan sosial (environment and social safeguard).

Adapun sumber pembiayaan Program Kotaku berasal dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, swadaya masyarakat dan pemangku kepentingan lainya (stakeholder) serta dari lembaga mitra pembangunan pemerintah di antaranya seperti World Bank, Asian Infrastructure Investment Bank, dan Islamic Development Bank.

Berdasarkan kebutuhan total pembiayaan, sumber dari mitra pembangunan pemerintah (loan) sekitar 45 persen.

Sumber https://www.kompas.com/properti/read/2021/07/13/130000421/tahun-2030-tak-ada-lagi-pemukiman-kumuh-di-perkotaan?page=all#page2

Comments