Penduduk Miskin Indonesia Naik Jadi 27,55 Juta akibat Covid-19, Tren Penurunan Kemiskinan Terhenti

Redaksi


IDNBC.COM
- Jumlah penduduk miskin Indonesia pada periode September 2020 mencapai 27,55 juta orang.


Data terkini Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut menunjukkan, kini angka kemiskinan Indonesia kembali menyentuh angka 10,19 persen pada September 2020.

Jumlah penduduk miskin Indonesia bertambah 2,76 juta orang bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.

Peningkatan jumlah penduduk miskin ini terjadi lantaran pandemi menyebabkan banyak kegiatan perekonomian tidak bisa berjalan seperti biasa, sehingga pendapatan masyarakat pun tertekan.

Tren penurunan angka kemiskinan yang terjadi hingga tahun 2019 pun terhenti. Sebab, pandemi dampak pandemi mulai terasa pada kuartal I-2020. Persentase penduduk miskin naik menjadi 9,78 persen, atau naik 0,37 pp dari Maret 2019.

Penyebab

Suhariyanto menjelaskan, beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan jumlah kemiskinan yakni penurunan pendapatan yang dialami oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Meski demikian, masyarakat yang berada dalam lapisan bawah terdampak lebih dalam dibandingkan dengan lapisan atas.

"Misal waktu itu disampaikan untuk lapisan bawah, tujuh dari 10 responden mengaku pendapatan turun, sementara kelompok atas hanya tiga dr 10 responden, dan ini (pandemi Covid-19) menyebabkan penurunan dari seluruh lapisan masyarakat," kata Kepala BPS Suhariyanto ketika memberikan keterangan pers secara virtual, Senin (15/2/2021).

Suhariyanto pun mengatakan, laju inflasi secara umum juga sangat rendah. Hal itu terjadi lantaran pandemi memukul baik dari sisi penawaran dan permintaan. Selama Maret hingga Desember 2020, Suhariyanto mengatakan, banyak komoditas yang mengalami penuurnan harga, seperti harga beras yang turun 0,49 persen.

"Komoditas yang paling banyak dikonsumsi penduduk miskin, seperti harga ayam ras, telur ayam ras, mengalami penuurnan cukup dalam, meski juga ada kenaikan untuk daging sapi, minyak goreng, dan tepung terigu," ucapnya.

Di sisi lain, pandemi juga menyebabkan terjadinya lonjakan jumlah pengangguran pada tahun 2020. Tingkat Pengangguran terbuka pada Agustus 2020 meningkat menjadi 7,07 persen dari 5,23 persen.

Selain itu, sebanyak 29,12 juta penduduk usia kerja terdampak oleh pandemi. Di mana sebanyak 2,56 juta orang mengalami pengangguran, 1,77 juta penduduk sementara tidak bekerja, dan sebanyak 24,03 jt penduduk mengalami pengurangan jam kerja.

"Jadi mereka akan terpengaruh dari sisi pendapatannya. Demikian juga untuk pekerja setengah menganggur, yang waktu bekerjanya kurang dari jam kerja normal (35 jam), ada peningkatan, sehingga ada indikasi pendapatan masyarakat akan menurun," ujar Suhariyanto.

Kesenjangan meningkat

Seiring dengan peningkatan penduduk miskin, kesenjangan antara si kaya dan si miskin pun juga melebar.

Hal itu terlihat dari rasio gini atau tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang melebar menjadi sebesar 0,385.

Angka tersebut meningkat 0,0004 poin dibandingkan dengan posisi Maret yang sebesar 0,381.

Posisi gini ratio di Maret pun meningkat 0,005 poin bila dibandingkan denngan September 2019 yang sebesar 0,380.

"Seiring dengan peningkatan kemiskinan, gini ratio juga meningkat, baik di desa dan kota," kata Suhariyanto.

Berdasarkan laporan BPS, gini ratio di pedesaan pada September 2020 tercatat sebesar 0,319, naik dibanding Maret 2020 yang sebesar 0,317 September 2019 yang sebesar 0,315. Sementara gini ratio perkotaan pada September 2020 tercatat sebesar 0,399, naik dibanding Maret 2020 yang sebesar 0,393 dan September 2019 yang sebesar 0,391. Suhariyanto sebelumnya juga sempat menjelaskan terjadi peningkatan angka kemiskinan baik di kota dan di desa.

Namun demikian, menurut dia, pandemi Covid-19 memberikan dampak yang lebih signifikan di perkotaan.

"Di sana bisa terlihat penduduk miskin perkotaan karena pandemi naik 1,32 persen sementara pedesaan alami kenaikan, tapi hanya separuhnya yakni 0,60 persen," jelas Suhariyanto.

"Kalau dilihat komposisi penduduk miskin desa dan kota, di pedesaan masih jauh lebih tinggi dari kota dan itu perlu dapat perhatian," ujar dia.

Selain itu, ukuran ketimpangan yang juga sering digunakan adalah ukuran Bank Dunia, yakni persentase pengeluaran pada kelompok penduduk 40 persen.

Berdasarkan ukuran tersebut, tingkat ketimpangan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tingkat ketimpangan tinggi jika persentase pengeluaran kelompok penduduk 40 persen terbawah memiliki angka di bawah 12 persen, ketimpangan sedang jika angkanya berkisar antara 12–17 persen, serta ketimpangan rendah jika angkanya berada di atas 17 persen.

Pada September 2020, persentase pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah adalah sebesar 17,93 persen. Hal ini menandakan bahwa kategori ketimpangan di Indonesia termasuk rendah.

Namun memang kondisinya mulai mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan Maret 2020 yang sebesar 17,73 persen dan September 2019 yang sebesar 17,71 persen.


Bansos bantu tekan lonjakan penduduk miskin

Suhariyanto mengatakan, meski terjadi peningkatan, jumlah penduduk miskin tersebut lebih rendah dari proyeksi yang dilakukan oleh beragam institusi. Suhariyanto mengatakan, hal itu merupakan hasil dari bantuan sosial yang digelontorkan pemerintah untuk menekan dampak dari pandemi Covid-19.

"Meski ada kenaikan, kenaikannya di September 2020 ini hanya sebesar 0,97 persen. Ini menunjukkan berbagai porgram bansos yang dirancang pemerintah di masa pandemi membantu lapisan bawah," jelas Suhariyanto.

Kementerian Keuangan mengatakan, peningkatan jumlah penduduk miskian tersebut lebih baik dari proyeksi Bank Dunia, di mana angka kemiskinan Indonesia bisa mencapai 11,8 persen akibat pandemi Covid-19.

"Artinya, program PEN sepanjang 2020 diperkirakan mampu menyelamatkan lebih dari 5 juta orang menjadi miskin baru," ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febiro Kacaribu, seperti dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa (16/2/2021).

Sepanjang tahun 2020 lalu, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 695,2 triliun untuk program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Namun demikian, hingga akhir tahun realisasinya mencapai Rp 579,78 triliun atau 83,4 persen dari yang sudah dialokasikan.

Febrio mengatakan, intervensi pemerintah tersebut telah melindungi masyarakat tidak hanya dari kalangan miskin dan rentan, namun juga dari kelas menengah.

"Program tersebut berupa perluasan penerima dan manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Sembako, Bantuan Sembako Jabodetabek, Bantuan Sembako Tunai, Bantuan Langsung Tunai Dana Desa, Bantuan Beras PKH, Bantuan Tunai Penerima Kartu Sembako, Subsidi Gaji/Upah, Kartu Pra Kerja, Diskon Listrik, Subsidi Kuota Internet untuk mendukung Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ), Bantuan Subsidi Upah (BSU) BPJS Ketenagakerjaan dan tenaga pendidik honorer," ujar Febrio.

Realisasi sementara program perlindungan sosial untuk mendukung konsumsi rumah tangga mencapai Rp 220,39 triliun di sepanjang 2020 atau lebih tinggi dari alokasi awal sebesar Rp203,9 triliun.

Selain itu, pemerintah juga mendukung masyarakat miskin dan rentan melalui insentif dunia usaha, terutama kepada kelompok Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), agar tetap bertahan dari dampak pandemi.

"Dukungan PEN untuk UMKM diberikan untuk menopang permodalan dan cash flow agar tetap bertahan dan dapat melakukan jump start pada masa pemulihan ekonomi," jelas Febrio.

Sumber https://money.kompas.com/read/2021/02/16/073400926/penduduk-miskin-indonesia-naik-jadi-27-55-juta-akibat-covid-19-tren-penurunan

Comments