Dari Desa Belaras Barat, Gerakan “Jangan Tunggu Rusak Baru Pulih” Menggema ke Dunia
IDNBC.COM – Peringatan Hari Mangrove Sedunia 2025 di Desa Belaras Barat, Kecamatan Mandah, Kabupaten Indragiri Hilir, menjadi titik balik bagi gerakan pelestarian mangrove di Riau.
Kegiatan ini digerakkan oleh Yayasan BDPN bersama Pemerintah Desa Belaras Barat, mahasiswa pecinta alam GREENOMOS, BEM UNISI, HMI Cabang Tembilahan, dan Indonesia Youth Epicentrum.
Dalam perayaan ini, dilakukan susur hutan mangrove, penanaman 1.000 bibit, pentas seni anak-anak, hingga peluncuran maskot edukatif RAJALESA (Rajawali Penjaga dan Pelestari Ekosistem Mangrove dan Pesisir).
“Jangan tunggu ekosistem rusak baru kita bergerak. Memulihkan butuh biaya mahal dan waktu panjang. Maka kampanye ini bukan hanya bicara pemulihan, tapi juga penjagaan,” ujar Zainal Arifin Hussein, Direktur Yayasan BDPN sekaligus inisiator Pesantren Ekologi.
Lahirnya Pesantren Ekologi di Pesisir Riau
Dari kolaborasi Zainal Arifin Hussein dan Atan Herman, Kepala Desa Belaras Barat, lahir gagasan Pondok Pesantren Ekologi Al-Furqan.
Pesantren ini menggabungkan pendidikan agama dengan kesadaran lingkungan, menjadi pusat pembelajaran bagi anak pesisir.
“Kami ingin anak-anak di sini bukan hanya pandai mengaji, tapi juga cinta pada laut dan alamnya,” ungkap Atan Herman.
RAJALESA, Maskot Ramah Anak
Maskot RAJALESA diperkenalkan sebagai media edukasi kreatif untuk anak-anak. Rajawali berikat kepala merah putih ini hadir di sesi menggambar, membaca cerita, hingga simulasi penyelamatan lingkungan.
Pendekatan ini membuat anak-anak lebih mudah memahami pentingnya menjaga hutan mangrove sejak dini.
Mahasiswa Jadi Penjaga Lingkungan
Keterlibatan mahasiswa dalam acara ini menjadi pengalaman nyata.
“Kami merasa dipercaya, dan itu membuat kami tergerak. Ini bukan sekadar jalan-jalan, tapi pembelajaran tentang pentingnya menjaga ekosistem,” ujar Naufal Faskal Rifai, Presiden BEM UNISI sekaligus Ketua Panitia.
Budaya Melayu dan Harapan Global
Acara juga dimeriahkan dengan tari pesisir, pantun ekologis, hingga produk olahan lokal berbasis mangrove.
Gubernur Riau, Abdul Wahid, mendukung gerakan ini dengan membuka peluang investasi kredit karbon melalui kerja sama dengan ART TREES.
Masyarakat berharap hasil perdagangan karbon benar-benar kembali ke desa-desa yang menjaga mangrove, bukan hanya dinikmati oleh pihak yang memegang izin PBPH.
Apresiasi Green Policing dan Komitmen Pemda
Kapolda Riau diapresiasi lewat konsep Green Policing yang memadukan penegakan hukum dan kepedulian lingkungan.
Bupati Indragiri Hilir juga menegaskan komitmen membatasi penggunaan kayu mangrove untuk pembangunan demi menjaga kelestarian ekosistem.
Seruan Akhir: Jangan Tunggu Rusak Baru Pulih
Peringatan ini ditutup dengan ikrar anak pesisir di halaman Pondok Pesantren Ekologi Al-Furqan.
“Mangrove bukan hanya pohon, tapi nafas desa kami. Menjaganya adalah menjaga kehidupan. Jangan tunggu rusak baru pulih,” seru peserta acara.
Gerakan dari desa kecil di pesisir Riau ini kini diharapkan menjadi inspirasi nasional, bahkan dunia, untuk mencintai dan melestarikan mangrove.