Politik Lempar Kaus Jokowi, Jaga Citra & Misi Tambah Jabatan
IDNBC.COM - Aksi bagi-bagi kaus hingga sembako belakangan intens dilakukan Presiden Jokowi saat kunjungan kerja. Banyak dikritik karena memicu kerumunan di tengah pandemi.
Teranyar di Cirebon pada Selasa (31/8). Ada mobil khusus membagikan sembako ke warga membuntut di rombongan. Saat mobil melintas, warga spontan menyemut minta bingkisan. Ada juga warga berlumur kotoran terjun ke selokan demi kaus bergambar kepala negara.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga menyebut aksi Jokowi bertujuan menjaga citra: presiden merakyat. Spekulasi lain ikut muncul, Jokowi dinilai berhasrat ada suara yang menginginkan masa jabatannya ditambah: tambah 2-3 tahun atau tiga periode melalui amendemen UUD.
"Harapan dia kan itu bisa saja akan didorong lagi (jadi presiden), dan sekarang juga sudah ada orang yang terus suarakan itu. Ditaruh titik-titik untuk katakan 3 periode," kata Jamiludin kepada CNNIndonesia.com, Jumat (3/9).
Jamiludin berpendapat indikasi ke arah tiga periode presiden cukup besar, meski selama ini Jokowi telah menyatakan tidak ingin. Dalam budaya Jawa, menurutnya, mustahil pemimpin secara terang-terangan menunjukkan ambisinya. Dibutuhkan suara-suara dari orang lain.
"Pemimpin yang katakan 'saya mau lanjut sampai 3 periode atau saya ingin perpanjang' itu dianggap sosok yang ambisius, yang dalam kultur Jawa tidak cocok sebagai pemimpin. Menghindari itu, maka selalu diminta lah orang lain untuk suarakan itu," katanya.
Psikopolitik
Analis Sosial Politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedillah Badrun menilai aksi Jokowi membagikan kaus hingga sembako di masa pandemi, membuktikan pemimpin mengutamakan citra ketimbang ketaatan pada aturan. Ubed menilai ada semacam kegilaan pada citra di diri Jokowi, sehingga mengabaikan risiko demi citra.
"Saya sebut kegilaan pada citra. Dilakukan berulang meskipun dikritik," kata Ubed saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (3/9).
Citra Jokowi, kata dia sedang terpuruk karena kegagalannya dalam penanggulangan Covid-19, ekonomi, demokrasi, hingga dalam penegakan Hak Asasi Manusia (HAM).
"Merosot sebagaimana hasil sejumlah survei. Mengembalikan citra buruk tersebut Jokowi lakukan lempar bingkisan untuk rakyat," kata dia.
"Untuk apa Jokowi pencitraan? Jokowi nampak ingin terus berkuasa, karena dengan perbaikan citra nampaknya ia ingin aman di akhir jabatannya, sekaligus ada semacam keinginan untuk berkuasa lagi menjadi 3 periode jika peluang amandemen (UUD)1945 dilakukan," kata Ubed.
Ubed menilai perilaku itu menunjukkan psikopolitik pada Jokowi yang merasa puas jika melempar bingkisan dan rakyat berebut bingkisan. Sementara di sisi lain, fenomena warga yang sampai masuk selokan, bermakna mereka sangat lapar dan butuh sesuatu yang bisa dimakan.
"Mestinya Jokowi instrospeksi, melakukan evaluasi atas kebijakannya. Selain itu perlu hentikan cara-cara melempar bingkisan, karena mengusik kehormatan budaya timur, budaya kemanusiaan yang adil dan beradab," katanya.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Brawijaya Anang Sudjoko menilai tindakan Jokowi itu dapat diartikan sebagai upaya agar dianggap memiliki empati dengan kondisi masyarakat sekarang.
"Dia masih ingin dianggap dekat dengan masyarakat. Kemudian dengan berbagi itu, merupakan sebuah simbol bahwa dia ingin menunjukkan dia masih punya magnet, power untuk kumpulkan massa," kata Anang.
Anang namun mengatakan aksi Jokowi menunjukkan cara komunikasi politik yang tidak memanusiakan. Jokowi dinilai melihat rakyat sebagai obyek yang patut dieksploitasi demi citra.
"Kecenderungan komunikasi politik yang sensasional. Orang-orang yang ditarik untuk memperhatikan mereka ini adalah orang-orang yang dianggap marginal dalam sisi ekonomi dan pendidikan," katanya.
Sumber https://www.cnnindonesia.com/nasional/20210903112114-32-689224/politik-lempar-kaus-jokowi-jaga-citra-misi-tambah-jabatan/amp