Jusuf Kalla: Pemerintah Tak Perlu Ikut Urusi Donasi Rp 2 Triliun, Cukup Kapolda yang Bilang Hentikan
IDNBC.COM - Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla, ikut berkomentar terkait gegernya sumbangan Rp 2 triliun yang diberikan keluarga Akidi Tio untuk penanganan Covid-19 di Sumatera Selatan (Sumsel).
Menurut Jusuf Kalla, sumbangan tersebut lebih baik dihentikan dan tidak perlu diperpanjang.
Sebab, ada beberapa fakta yang membuatnya tidak masuk akal.
Seperti sumbangan yang awalnya hendak diberikan secara pribadi kepada Kapolda Sumsel, Irjen Pol Eko Indra Heri.
"Semuanya tidak masuk akal. Tidak ada logikanya menyumbang pribadi lewat Kapolda, yang menerima salah, yang memberi juga salah," kata Jusuf Kalla, dikutip dari tayangan YouTube tvOne, Rabu (4/8/2021).
Pria yang akrab disapa JK ini juga menyebut, pemerintah tidak perlu turun tangan untuk mengurai benang kusut terkait keberadaan sumbangan Rp 2 triliun.
Menurutnya, pernyataan langsung dari Kapolda Sumsel sudah cukup untuk menghentikan kasus yang menjadi sorotan nasional ini.
"Tidak usah (pemerintah turun tangan, red), yang paling penting Bapak Kapolda saja bilang hentikan, karena semuanya salah," jelas JK.
Terlebih, sumbangan tersebut awalnya diberikan secara pribadi kepada Kapolda Sumsel.
"Seperti dikatakan oleh Bapak Kombes Pol Supriadi (Kabid Humas Polda Sumsel) kalau itu soal pribadi."
"Jadi tidak mengatasnamakan dirinya sebagai pejabat pemerintah, karena dikatakan soal pribadi, jadi dihentikan saja nyatakan kalau salah dan kita ditipu," tutur JK.
Diketahui, Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Pol Supriadi, mengatakan bantuan sebesar Rp 2 triliun awalnya diberikan secara pribadi kepada Kapolda Sumsel, Irjen Pol Eko Indra Heri.
Namun, Eko Indra Heri menyarankan agar bantuan tersebut diserahkan di Polda Sumsel agar diketahui oleh banyak orang.
"Ini berawal pada Senin, 23 Juli 2021 dimana Prof Hardi memberikan informasi kepada Bapak Eko Indra Heri bahwa ada keluarga dari Akidi Tio yang akan memberikan bantuan perorangan terkait dengan penanganan Covid-19 di Sumsel."
"Rencananya, yang bersangkutan meminta menyerahkan bantuan di Hotel Aryaduta Palembang."
"Tetapi oleh Bapak Eko Indra Heri, disarankan untuk diserahkan di Polda Sumsel sehingga bisa diketahui oleh orang banyak karena ini terkait bantuan dari masyarakat," kata Supriadi, dikutip dari tayangan YouTube tvOne, Selasa (3/8/2021).
Kabid Humas Polda Sumsel, Kombes Supriadi, menyampaikan hasil koordinasinya dengan Bank Mandiri di Sumatera Selatan.
Diketahui, bilyet giro yang diserahkan Heryanti ke pihak bank telah diperiksa ke Bank Mandiri Sumatera Selatan.
Supriadi mengungkapkan, sesuai bilyet giro yang diberikan pada polisi, pihak bank telah mengklarifikasi bahwa saldo di rekening ternyata tidak cukup.
"Hasil koordinasi dan cek pada Bank Mandiri di Sumsel, sesuai BG (bilyet giro) yang diberikan, kita dapatkan klarifikasi dari pihak bank, saldo di rekening tidak cukup."
"Maksudnya di rekening saudari Heryanti, di rekening giro tidak cukup saldonya," kata Supriadi, dikutip dari tayangan Video di kanal YouTube Kompas TV, Rabu (4/8/2021).
Kemudian Supriyadi juga memberikan informasi terkait perkembangan kasus donasi Rp 2 triliun dari Akidi Tio ini.
Supriyadi menuturkan, tahap berikutnya polisi akan meminta keterangan dari pihak bank dan pihak lainnya.
Supaya nantinya bisa dikroscek dengan keterangan dari Heryanti serta keterangan lainnya yang sudah didapatkan polisi.
"Kedua terkait perkembangan kasusnya, tahap berikutnya dari pihak perbankan dan pihak lain dimintai keterangan, dan kita kroscek keterangan Heryanti dan keterangan lainnya," imbuh Supriyadi.
Tanggapan OJK
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 7 Sumatera Selatan, Untung Nugroho, menjelaskan pada prinsipnya semua bentuk instrumen transaksi keuangan dapat digunakan.
"Semua bisa digunakan asalkan uangnya ada dan yang bisa menjawab ini pihak yang menyumbang, " ujarnya singkat.
Dijelaskan Untung, bilyet giro dan cek secara harfiah sama penggunaannya yakni sebagai alat transaksi.
Namun, bilyet giro lebih diperuntukkan transaksi dengan nilai yang kecil, sedangkan untuk penggunaan RTGS nominal transaksi yang biasa digunakan untuk nilai-nilai transaksi besar.
Besaran nominal RTGS tergantung berapa besar dana yang akan ditransferkan dan tidak ada limit.
Waktu pengiriman/transfer ke rekening penerima dalam satu hari selesai jika dana ada di Indonesia.
Sementara bila dana berada di luar negeri, harus dilakukan pengecekan berada di mana atau di bank apa dana tersebut disimpan.
"Jika di luar negeri harus ditanyakan dulu di bank apa rekeningnya dan atas nama siapa. Terpenting asalkan ada bukti dokumennya, " jelasnya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumsel, Hari Widodo, mengatakan semua metode atau instrumen pembayaran bisa menjadi alat transaksi, baik itu cek, bilyet giro, hingga real time gross settlement (RTGS).
"Bicara proses transaksi keuangan itu tidak rumit apapun alat transaksinya. Yang paling penting adalah kita masih menunggu prosesnya seperti apa."
"Soal alat pembayaran tidak masalah jika dananya ada bisa diproses. Kalau dipikir dana pemerintah pun juga triliunan, " katanya.
Sumber https://m.tribunnews.com/amp/regional/2021/08/04/jusuf-kalla-pemerintah-tak-perlu-ikut-urusi-donasi-rp-2-triliun-cukup-kapolda-yang-bilang-hentikan