Laporan BPK: Pencegahan Korupsi KPK Era Firli Bahuri Belum Efektif

Redaksi


IDNBC.COM  -
Pencegahan korupsi menjadi hal yang dikedepankan KPK pada era kepemimpinan Komjen Firli Bahuri dkk. Jenderal polisi bintang tiga itu pernah menyebut KPK akan lebih fokus pada pencegahan korupsi dengan dalih sesuai amanat UU baru.


Namun, pencegahan korupsi yang digaungkan Firli Bahuri ternyata belum efektif. Hal itu berdasarkan temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Temuan itu tercantum dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020. Salah satu yang diperiksa BPK ialah terkait kinerja atas efektivitas fungsi pencegahan dan pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan tindak pidana korupsi tahun 2015-semester I tahun 2020 dilaksanakan pada Komisi Pemberantasan Korupsi RI (KPK) dan instansi terkait lainnya.

Show more

"Hasil pemeriksaan menyimpulkan bahwa efektivitas pengelolaan fungsi pencegahan korupsi dan pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan tipikor belum sepenuhnya efektif, dengan masih adanya permasalahan," bunyi IHPS II Tahun 2o2o yang dikutip dari situs BPK.

Ada tiga poin utama yang disoroti oleh BPK. Berikut lengkapnya:

• Perubahan peraturan KPK belum sepenuhnya mendukung tugas dan fungsi koordinasi bidang pencegahan dan pengelolaan atas benda sitaan dan barang rampasan. Di antaranya, penyusunan Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 7 Tahun 2020 belum didukung kajian, analisis, dan penyelarasan yang memadai serta terdapat tugas dan fungsi yang tidak lagi diatur dalam Perkom 7 Tahun 2020 antara lain kewenangan dan unit kerja pelaksana tugas koordinasi pencegahan KPK, tugas dan fungsi Direktorat Pelacakan Aset Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi), pelaksana fungsi pengembangan aplikasi sistem informasi dan data Direktorat Labuksi, serta uraian pekerjaan/job description terkait pengelolaan titipan uang sitaan dan uang gratifikasi. Akibatnya, upaya untuk memperkuat fungsi pencegahan dan pengelolaan benda sitaan dan barang rampasan berpotensi tidak dapat dilaksanakan secara efektif, serta potensi tidak terlaksananya payung hukum yang dapat menjadi dasar pelaksanaan kegiatan.

• Upaya pencegahan korupsi melalui fungsi koordinasi dan monitoring pada kegiatan Monitoring Center for Prevention (MCP) belum dilaksanakan secara memadai. Di antaranya, pada dukungan sarana dan prasarana untuk pelaksanaan fungsi koordinasi dan monitoring pencegahan korupsi belum optimal, proses penyusunan indikator dan subindikator serta pembobotan nilai area intervensi pencegahan korupsi pada tata kelola pemerintah daerah belum memadai dan belum melibatkan kementerian/lembaga/pemda sebagai stakeholder, penerapan pedoman kegiatan monitoring pencegahan korupsi pada tata kelola pemerintah daerah belum sepenuhnya konsisten. Akibatnya, kegiatan MCP oleh Unit Kerja Koordinasi dan Supervisi Pencegahan (Korsupgah) belum optimal dalam mendukung upaya pencegahan korupsi.

• Pelaksanaan fungsi penindakan dan eksekusi belum mendukung pengelolaan benda titipan/sitaan, barang rampasan dan benda sita eksekusi secara memadai. Di antaranya pada Direktorat Penyelidikan yang belum optimal dalam melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap pengelolaan benda/barang titipan yang masih dikuasai oleh penyelidikan/satgas penyelidikan. Selain itu, Direktorat Penyelidikan dan Direktorat Labuksi juga belum menyusun dan menetapkan SOP yang mengatur mekanisme rekonsiliasi data Surat Tanda Penerimaan Barang Bukti (STPBB). KPK juga belum memiliki fasilitas penyimpanan barang bukti yang memadai. Akibatnya, tujuan pengembangan aplikasi SINERGI untuk mendukung pengelolaan data dan informasi administrasi penindakan secara lengkap, terintegrasi, mutakhir dan akurat belum dicapai dan pelaksanaan benda/barang titipan di tahap penyelidikan menjadi belum terukur dan belum dapat dievaluasi kinerjanya secara akurat serta ketidakkonsistenan pelaksanaan dengan SOP sehingga informasi barang titipan dalam tahap penyelidikan menjadi kurang akurat dan transparan.

Atas hal tersebut, BPK memberikan tiga rekomendasi kepada Ketua KPK Firli Bahuri untuk langkah perbaikan, yakni:

• Melakukan penyempurnaan terhadap Perkom Nomor 7 Tahun 2020 sesuai dengan tahapan dan prosedur yang seharusnya, dengan memperhatikan tugas dan kewenangan yang tercantum dalam UU Nomor 19 Tahun 2019, serta memperhatikan tupoksi masing-masing unit kerja pelaksana.

• Menyusun SOP terintegrasi terkait penetapan dan perubahan area intervensi, indikator dan subindikator MCP, pelaksanaan monev, dan verikasi/penilaian, dengan mempertimbangkan a) fokus area yang tercantum pada Strategi Nasional Pencegahan Korupsi, b) perbedaan kemampuan, kondisi, serta karakter yang berbeda dari masing-masing Pemda, c) mekanisme pemutakhiran indikator dan subindikator yang dapat dilakukan pada tahun berjalan maupun sebagai respons atas force majeure, dan d) pendapat eksper pada bidang yang berkaitan dengan area intervensi, indikator, dan subindikator.

• Menetapkan SOP yang mengatur mekanisme a) pengelolaan benda titipan di tahap penyelidikan dan menginventarisir data benda titipan yang ada pada kasatgas, termasuk pendokumentasian STPB dan STPU yang transparan dan b)pendokumentasian STPBB dan proses rekonsiliasi data yang transparan antara Direktorat Penyelidikan dan Direktorat Labuksi.

Tanggapan KPK

Mengenai adanya penilaian dari BPK itu, KPK memberikan tanggapan. KPK menyebut bahwa pencegahan koruspi harus dilihat secara garis besar.

Plt juru bicara KPK Ipi Maryati menyebut KPK pernah menjalani Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) oleh BPK pada semester II tahun 2020. Namun hanya sebatas unit kerja Direktorat Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti dan Eksekusi (Labuksi).

Menurut Ipi, atas inisiatif KPK, cakupan audit kinerja diminta untuk diperluas mencakup Kedeputian Pencegahan. Sebab, KPK ingin mendapatkan penilaian yang objektif dari pihak lain tentang kinerja fungsi pencegahan yang dilakukan oleh Direktorat LHKPN, Gratifikasi, Litbang, Dikyanmas, dan Korsupgah.

"BPK menyetujui namun hanya unit kerja Korsupgah yang akan diaudit kinerja, karena keterbatasan sumber daya BPK. Direktorat Dikyanmas dan Korsupgah pada tahun 2020, masih berada di bawah Kedeputian Pencegahan," kata Ipi kepada wartawan, Senin (12/7).

Ipi menyebut bahwa BPK kemudian menyampaikan hasil audit untuk ditindaklanjuti. Salah satunya termasuk perbaikan Peraturan Komisi (Perkom) No. 7 tahun 2020. Rekomendasi BPK untuk perbaikan Perkom antara lain:

a). Perkom menyebutkan tugas dan fungsi Direktorat Labuksi membuat aplikasi terkait pengelolaan aset, barang bukti dan eksekusi. Ini merupakan tugas pada Direktorat Pengelolaan Data dan Informasi atau sekarang bernama Direktorat Manajemen Informasi

b). Perkom tidak menyebutkan secara eksplisit fungsi pencegahan pada Kedeputian Korsup. Sehingga, dikhawatirkan akan membuat pelaksanaan tugas Korsupgah tidak efektif

"KPK menghormati hasil audit BPK dan telah menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan. Tindak lanjut atas rekomendasi perbaikan Perkom 7 tahun 2020 saat ini sedang berjalan, sebagaimana telah diputuskan dalam rapat evaluasi atas audit kinerja pada April 2021," kata Ipi.

Ipi menambahkan, rekomendasi lain dari BPK ialah bahwa Monitoring Center for Prevention (MCP) Korsupgah untuk mengukur kemajuan pembangunan tata kelola pemerintahan daerah untuk pencegahan korupsi dalam 8 (delapan) elemen, sangat efektif dan strategis. Menurut Ipi, program itu direkomendasikan untuk memperkuat regulasi terkait MCP dalam bentuk Perpres atau aturan lainnya, sehingga kemudian dapat dikelola bersama-sama dengan kementerian/lembaga dan instansi lainnya.

Rekomendasi lain dari BPK ialah terkait dengan kelemahan MCP berdasarkan pengamatan BPK di lapangan. Perbaikan MCP direkomendasikan mencakup (a) penguatan dukungan sarana dan prasarana di pemda, (b) revisi indikator penilaian agar lebih tajam dan realistis dan pelibatan kementerian/lembaga/pemda sebagai stakeholder, serta (c) penerapan pedoman monitoring pencegahan korupsi pada tata kelola pemda.

Menurut Ipi, KPK telah menindaklanjuti rekomendasi itu, yaitu dengan:

a). Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Deputi Korsup dengan Deputi Bidang Akuntan Negara dan Deputi Pengawasan Bidang Penyelenggaraan Keuangan Daerah BPKP. Antara lain untuk pengelolaan MCP melalui perwakilan BPKP di 34 provinsi.

b). Saat ini KPK sedang memproses pengelolaan 8 elemen MCP bersama 6 unit eselon 1 Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), 2 unit eselon 1 BPKP, dan 34 Kantor Perwakilan BPKP.

"Permintaan KPK agar BPK mengaudit pencegahan yang dilakukan oleh KPK juga didasarkan pada tujuan untuk terus meningkatkan kinerja di bidang pencegahan. Sehingga, menurut kami kurang tepat jika menyimpulkan efektivitas upaya pencegahan KPK hanya dengan sampel dari unit Korsupgah," kata Ipi.

"Sesuai amanah UU, KPK akan terus mengintensifkan pelaksanaan tugas pencegahan, koordinasi, dan monitoring baik di tingkat pusat maupun daerah dengan melibatkan segenap mitra pemangku kepentingan," pungkasnya.

Sumber https://m.kumparan.com/amp/kumparannews/laporan-bpk-pencegahan-korupsi-kpk-era-firli-bahuri-belum-efektif-1w7NfaXbT0p

Comments