Temuan "Drone" di Laut Indonesia dan Terancamnya Keamanan Nasional

Redaksi


IDNBC.COM
- Di awal 2021, publik dikejutkan dengan " drone bawah laut" yang terjaring oleh nelayan di lepas pantai Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan.

Sejatinya, drone tersebut terjaring oleh nelayan setempat, Saehuddin, pada 20 Desember 2020. Namun kabar tersebut baru ramai diperbincangkan publik di awal tahun 2021.

Drone dengan semacam rangkaian sensor di hidungnya itu memiliki panjang 2,25 meter dan berat 175 kilogram.

Saehuddin pun menyerahkan drone yang diduga milik China itu kepada TNI, tepatnya Koramil Pasimarannu, Kodim 1415 Kepulauan Selayar.

Bukan Yang Pertama

Terjaringnya seaglider milik negara lain oleh nelayan lokal bukanlah yang pertama kali terjadi di Indonesia. Pada 2019 hal serupa pernah terjadi di perairan Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.

Benda yang awalnya diduga rudal oleh nelayan, ternyata merupakan seaglider yang juga diduga milik China. Di seaglider itu ditemukan aksara China yang bertuliskan nama China Shenyang Institute of Automation, Chinese Academy of Sciences.

Keberadaan seaglider milik negara lain tentu mengusik keamanan dan pertahanan nasional Indonesia. Sebabnya, seaglider memiliki kemampuan perekaman data strategis.

Sejumlah data strategis yang bisa direkam seaglider di antaranya data salinitas, arus, temperatur, dan kontur bawah laut.

Data tersebut sangat penting untuk operasi kapal selam yang merupakan persenjataan strategis angkatan laut, karena sifat operasinya yang senyap dan bisa masuk ke belakang garis pertahanan lawan.

Pengetahuan tentang salinitas, arus, dan temperatur di suatu kedalaman akan berpengaruh terutama pada kesenyapan kapal selam tersebut.

Kapal selam bisa bersembunyi di sebuah titik karena di kondisi tertentu, sinyal sonar sulit menembus lantaran dibiaskan salinitas, arus, dan temperatur.

Mengutip ABC News, Malcolm Davis dari Australian Strategic Policy menyatakan keberadaan seaglider tersebut patut diwaspadai karena berada di rute maritim utama yang menghubungkan Laut China Selatan dan Samudra Hindia ke arah daratan Australia.

Tak hanya Indonesia, India juga pernah mengalami kejadian serupa lantaran beberapa kali menemukan seaglider milk China di wilayah perairannya.

 Indonesia di tengah ancaman

Adapun wilayah geografis Indonesia yang strategis juga membawa ancaman tersendiri kala teknologi drone bawah laut kian berkembang.

Keberadaan Indonesia di tengah konflik Laut China Selatan dengan minimnya anggaran pertahanan nasional, membuat kita kelimpungan mengimbangi kekuatan China dan Amerika Serikat (AS) yang berseteru di sana.

Ancaman tersebut diperparah dengan menipisnya anggaran pertahanan di tengah pandemi Covid-19. Mengutip Kompas.id, Minggu (3/1/2021), setelah dilakukan realokasi berdasarkan Perpres No 54/2020, maka anggaran Kemenhan berkurang menjadi Rp 122 triliun.

Adapun Anggaran pertahanan untuk 2021 sebesar Rp 136,7 triliun. Dari Buku III Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2021, alokasi untuk alat utama sistem pertahanan (alutsista) Rp 9,3 triliun.

Padahal pembangunan sektor pertahanan dengan posisi geografis Indonesia yang strategis sangatlah penting.

Untuk itu, peneliti bidang energi dan pertahanan dari The Purnomo Yusgiantoro Center, Akhmad Hanan, mengatakan, Kementerian Pertahanan perlu menyiapkan langkah khusus dengan membuat skala prioritas sesuai dengan ancaman internal dan eksternal.

Bisa juga dengan mengurangi beban belanja pegawai yang saat ini porsinya lebih dari 50 persen,” kata Hanan, sebagaimana dikutip dari Kompas.id.

Sementara itu peneliti Lembaga Studi Pertahanan dan Studi Strategis Indonesia, Alman Helvas Ali, mengatakan, terkait dengan keterbatasan anggaran, cara yang paling bisa dilakukan saat ini adalah dengan menggunakan pinjaman luar negeri.

Hal ini merupakan solusi agar pengadaan yang ada di depan mata, yaitu pesawat tempur, kapal selam, dan fregat, bisa terpenuhi.

”Pesawat tempur minimal 12, kapal selam dan fregat bisa 5. Semua sesuai permintaan Menhan, full combat system, artinya lengkap senjatanya. Uangnya sudah ada,” kata Alman, yang juga dikutip dari Awak Media.

Selain menggunakan pinjaman luar negeri, Alman mengatakan, prioritas saat ini yang penting adalah pembangunan kemampuan pengamatan.

Menurut perhitungannya, saat ini ada kebutuhan 34 radar pertahanan udara. Sementara untuk udara, pesawat patroli maritim perlu ditambah. Untuk pengadaan radar bawah air, terutama di selat-selat strategis, menurut Alman, belum ada anggarannya.

"Kalau untuk membangun surveillance ini pasif, tentunya akan lebih mudah," kata dia.


sumber: https://nasional.kompas.com/read/2021/01/04/11500251/temuan-drone-di-laut-indonesia-dan-terancamnya-keamanan-nasional?


Comments