Hina Raja Thailand, Bekas PNS Ini Divonis 43 Tahun Penjara

Redaksi


IDNBC.COM
- Pengadilan Thailand menjatuhkan vonis 43 tahun 6 bulan penjara terhadap seorang bekas pegawai negeri sipil (PNS) atas tuduhan menghina Raja Thailand. Wanita paruh baya ini dinyatakan bersalah melanggar hukum lese majeste yang secara ketat melarang penghinaan atau pencemaran nama baik Kerajaan Thailand.


Seperti dilansir Associated Press, Selasa (19/1/2021), kelompok Pengacara Hak Asasi Manusia (HAM) Thailand mengumumkan bahwa Pengadilan Kriminal Bangkok menyatakan wanita itu bersalah atas 29 dakwaan melanggar hukum lese majeste karena memposting klip audio ke Facebook dan YouTube dengan komentar yang dianggap mengkritik Kerajaan Thailand.

Vonis 43 tahun 6 bulan penjara yang dijatuhkan di tengah maraknya unjuk rasa menuntut reformasi monarki Thailand, langsung mendapat kecaman dari kelompok-kelompok HAM, termasuk kelompok HAM internasional seperti Human Rights Watch (HRW).

"Putusan pengadilan hari ini mengejutkan dan memberikan sinyal mengerikan bahwa tidak hanya kritikan terhadap kerajaan tidak akan ditoleransi, tapi juga akan dihukum berat," ucap peneliti senior HRW, Sunai Phasuk, dalam tanggapannya.

Melanggar hukum lese majeste, atau yang dikenal sebagai pasal 112, bisa dihukum 3-15 tahun penjara per dakwaan.

Aturan hukum ini kontroversial tidak hanya karena telah digunakan untuk menghukum hal-hal sederhana seperti menyukai postingan Facebook, juga karena siapa saja -- tidak hanya anggota kerajaan atau pemerintah -- bisa mengajukan laporan yang akan menyeret orang yang dituduh ke proses hukum bertahun-tahun.

Pengacara HAM Thailand mengidentifikasi wanita yang divonis 43 tahun 6 bulan penjara itu sebagai Anchan, yang disebut berusia 60-an tahun. Pengadilan Thailand awalnya mengumumkan vonisnya 87 tahun penjara, namun menguranginya separuh karena dia mengaku bersalah dalam sidang.

Kasus ini berawal 6 tahun lalu, saat sentimen antipemerintah berkembang usai kudeta militer tahun 2014 yang dipimpin Prayuth Chan-O-Cha, yang kini menjabat Perdana Menteri (PM) Thailand. Anchan ditahan di penjara mulai Januari 2015 hingga November 2018.

Saat kasusnya pertama disidangkan di pengadilan militer, Anchan membantah seluruh dakwaan. Ketika kasusnya diserahkan ke pengadilan pidana, dia mengaku bersalah dengan harapan pengadilan bersimpati pada tindakannya, karena dia hanya membagikan rekaman audio dan bukan memposting atau mengomentarinya.

"Saya pikir itu tidak apa-apa. Ada begitu banyak orang yang membagikan konten ini dan mendengarkannya. Orang itu (yang membuat konten) sudah melakukannya selama bertahun-tahun. Jadi saya tidak benar-benar memikirkannya dan terlalu percaya diri dan tidak cukup berhati-hati untuk menyadari pada saat itu bahwa itu tidak pantas," tutur Anchan.

Kepada media sebelum menghadiri sidang putusan, Anchan menuturkan dirinya bekerja sebagai pegawai negeri di Thailand selama 40 tahun dan ditangkap satu tahun sebelum pensiun. Jika dinyatakan bersalah, dia akan kehilangan uang pensiunnya.

Diketahui juga bahwa setelah berkuasa tahun 2016 usai ayahnya, Raja Bhumibol Adulyadej, wafat, Raja Maha Vajiralongkorn meminta pemerintah Thailand agar hukum lese majeste tidak digunakan. Namun saat unjuk rasa antipemerintah meluas dan merembet ke tuntutan reformasi Kerajaan Thailand, PM Prayuth menegaskan situasi sudah melewati batas dan menyatakan hukum lese majeste akan diberlakukan kembali.

Sunai dalam pernyataannya menilai vonis terhadap Anchan dimaksudkan untuk memberi pesan kepada demonstran pro-demokrasi yang dipimpin kaum muda.

"Bisa dilihat bahwa otoritas Thailand menggunakan penuntutan lese majeste sebagai upaya terakhir mereka dalam merespons pemberontakan demokrasi yang dipimpin kaum muda, yang berupaya mengekang kekuasaan raja dan membuatnya tetap berada dalam batas aturan konstitusional. Ketegangan politik Thailand sekarang akan berubah dari buruk menjadi lebih buruk," tandasnya.

Sumber https://news.detik.com/internasional/d-5340231/hina-raja-thailand-bekas-pns-divonis-43-tahun-penjara

Comments