Kontroversi Satpol PP Bisa Jadi Penyidik di DKI
IDNBC.COM - Isi draf revisi Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2020 tentang penanggulangan COVID-19 memunculkan kontroversi. Pemicunya lantaran ada salah satu pasal yang memberikan kewenangan penyidikan terhadap Satpol PP DKI Jakarta.
Kewenangan menyidik untuk Satpol PP DKI tertuang dalam Pasal 28A, Berikut bunyinya:
Selain Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Provinsi dan/atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Satpol Pamong Praja diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan atas pelanggaran dalam Peraturan Daerah ini.
Dalam draf revisi Perda Nomor 2 Tahun 2020 itu dijelaskan, penyidik dari Satpol PP dapat melakukan pemeriksaan terhadap laporan aduan tindak pidana dari masyarakat. Satpol PP juga dapat memanggil para saksi maupun penyitaan barang bukti.
"Melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, pencatatan dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil kejahatan yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana," demikian bunyi salah satu kewenangan Satpol PP DKI, sebagaimana tertuang dalam draf Perda DKI Nomor 2 Tahun 2020.
Selain itu, Satpol PP DKI berwenang memberitahukan dimulainya penyidikan dan hasil penyidikannya ke pejabat penyidik kepolisian. Termasuk menyampaikan hasil penyidikan ke Pengadilan Negeri.
Rencana kebijakan Satpol PP DKI jadi penyidik ini dikritik oleh pengamat tata kota, Trubus Rahardiansyah. Trubus menyebut kebijakan tersebut berlebihan.
"Itu gagasan yang istilahnya berlebih-lebihan," ujar Trubus ketika dihubungi detikcom, Kamis (22/7/2021).
Kekhawatiran yang muncul berkaitan dengan implementasi di lapangan. Maklum saja jika kekhawatiran itu muncul. Diketahui, belakangan ini sikap arogan Satpol PP terhadap warga muncul di publik.
"Pak Tito (Menteri Dalam Negeri) juga dipersoalkan itu (arogansi). Jadi menurut saya, ya itu dampaknya diminimalkan," sebut Trubus.
Tak hanya soal arogansi sikap yang dikhawatirkan muncul jika Satpol PP DKI jadi penyidik. Baca di halaman berikutnya.
Apa kekhawatiran lainnya? Trubus Rahardiansyah, dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti itu, khawatir malah terjadi pungutan liar (pungli) jika Satpol PP DKI jadi penyidik pelanggaran COVID-19.
"Itu nanti takutnya pungli, wani piro? Nanti kontraproduktif di situ," ucap Trubus.
Trubus menyebut proses Satpol PP DKI jadi penyidik juga membutuhkan waktu. Rencana kebijakan ini pun diprediksi sukar terealisasi.
"Itu kan panjang (prosesnya), Satpol PP itu tidak mungkin," tutur Trubus.
Trubus pun membayangkan jika Satpol PP DKI jadi penyidik pelanggaran protokol kesehatan (prokes) COVID-19. Kekhawatiran lainnya, Satpol PP DKI malah seenaknya mendenda warga.
"Nanti khawatirnya di Jakarta ada Satpol PP, mendenda-menilang, nanti kita ke Bandung ada Satpol PP yang menilang dan mendenda. Kan repot," jelasnya.
Pemprov DKI pun disarankan tetap memfungsikan Satpol PP sebagai penegak perda. Penekanannya, sebagai pemberi edukasi agar masyarakat memahami peraturan yang ditetapkan Pemprov DKI.
"Satpol PP difungsikan penegak perda, tapi kaitannya dengan edukasi dengan advokasi. Jadi penekanannya ke sana, edukasi ke masyarakat, supaya tidak jualan di pinggir jalan, mengganggu orang jalan. Kemudian membimbing masyarakat untuk memahami perda/aturan, kemudian mensosialisasi aturan-aturan yang ada," imbau Trubus.
Sumber https://news.detik.com/berita/d-5653399/kontroversi-satpol-pp-bisa-jadi-penyidik-di-dki