Komnas HAM Dapat Tambahan Bukti Rekaman CCTV Pemantau Tol dari KM 48 - KM 72

Admin


IDNBC.COM
- Upaya mengurai fakta di balik terbunuhnya enam anggota laskar FPI masih terus dilakukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Hingga saat ini lembaga tersebut belum dapat menyimpulkan insiden tersebut sebagai pelanggaran HAM.


Komisioner Komnas HAM Mohamad Choirul Anam mengatakan, masih perlu waktu bagi timnya untuk mengambil kesimpulan untuk mendefenisikan kasus. Namun kata dia, tim pengungkapan yang ia pimpin, sudah menyusun hampir sempurna konstruksi peristiwa yang terjadi di Tol Japek Km 50 pada Senin (7/12) dini hari itu.


“Kita sudah punya konstruksi peristiwanya di antara 80-an persen,” ujar Anam saat ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (14/12). Kata dia, konstruksi peristiwa dari hasil pengungkapan, dan penyelidikan tersebut, masih akan terus dilakukan sampai Komnas HAM menyimpulkan.


“Kita nantinya masih membutuhkan ahli-ahli yang clear betul (independen) tentang ini, untuk menyimpulkan apakah ini pelanggaran HAM atau bukan,” terang Anam.


Anam mengungkapkan, sejak tim pencari fakta terbentuk, Senin (7/12), sudah lebih dari 20 orang yang dimintai keterangan. Tim Komnas HAM, kata Anam, pun sudah mendatangi markas FPI untuk meminta keterangan awal. Bahkan, kata Anam, timnya juga turut meminta kesaksian dari keluarga korban, dan beberapa anggota FPI yang mengetahui insiden di lapangan, dan sempat dinyatakan buron oleh Polda Metro Jaya.


“Kami (Komnas HAM) sudah bekerja, sebelum ada yang memulai,” kata Anam.


Bahkan Anam mengaku, bersama timnya lebih dari tiga kali mendatangi tempat kejadian perkara (TKP) yang berada di sepanjang Km 50, dan beberapa kilometer setelahnya. “Lima titik tempat kejadian saya bersama tim datangi. Termasuk rumah yang dijadikan tempat kejadian,” ujar dia.


Kata Anam, ada sejumlah bukti-bukti peristiwa yang terjadi. Anam menunjukkan sejumlah dokumentasi berisikan observasi tim di TKP. Dokumentasi tersebut, berupa gambar, dan video tim pencari fakta yang menggunakan metal detektor makro untuk mencari proyektil dari peluru yang dilepaskan.


“Kami mendapatkan, apa yang dapat dipegang, dan apa yang bisa dilihat,” terang Anam.


Namun, ia masih belum berani membeberkan bukti-bukti tersebut, cukup untuk mendefenisikan insiden Tol Japek Km-50 tersebut sebagai peristiwa pelanggaran HAM. “Untuk itu, kita belum dapat menyimpulkan. Karena permintaan-permintaan keterangan dari beberapa pihak, masih kita lakukan. Tim akan menyimpulkan, setelah konstruksi peristiwa ini selesai,” terang Anam.


Pada Senin (14/12), Komnas HAM mendapatkan bukti tambahan dari dua sumber yang diminta datang untuk memberi keterangan. Yakni, Direktur Umum (Dirut) Jasa Marga Subakti Syukur dan Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran.


Anam melanjutkan, dari perusahaan negara pengelola jalan bebas hambatan tersebut, Komnas HAM mendapatkan tambahan bukti berupa rekaman CCTV pemantau tol dari Km 48, sampai Km 72. “Dari pihak Jasa Marga tadi memberikan satu hardisk. Tapi, saya belum melihat isinya,” kata Anam, dikutip dari Republika.co.id.


Komnas HAM juga menjawab tuntutan pembentukan Tim Pencari Fakta (TPF). Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengatakan Komnas HAM memang telah membentuk tim pencari fakta kasus meninggalnya enam orang laskar FPI beberapa saat setelah penembakan diketahui. ‘’Istilah tim pencari fakta itu adalah Tim Pemantauan dan Penyelidikan,’’ ujar dia.


Dalam tim itu ada beberapa anggota komisioner Komnas HAM. Selain dari bantuan beberapa ahli terkait, untuk menganalisis temuan dan bukti-bukti yang ada.


Sementara Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil, usai pemberian keterangan selama satu jam menyampaikan, komitmen kepolisian mendukung investigasi dan pengungkapan fakta yang saat ini dilakukan Komnas HAM. Fadil tak bersedia membeberkan keterangan apa yang ia berikan kepada Komnas HAM. Akan tetapi, ia memastikan, kepolisian yang akan terbuka untuk membantu, dan memberikan bukti-bukti kepada tim pengungkap fakta  Komnas HAM untuk menghasilkan laporan yang dapat dipertanggung jawabkan.


“Kami (kepolisian) memiliki kepentingan agar kasus ini terang benderang di mata publik. Kami memberikan fakta yang berbasis scientific crime investigation. Dan kami tidak mau membangun narasi. Karena itu, kami mensupport Komnas HAM,” ujar Fadil. Jenderal bintang dua itu pun menegaskan dirinya yang akan selalu hadir ke Komnas HAM jika dimintai keterangan tambahan.


“Saya taat hukum. Saya dipanggil (Komnas HAM), saya datang. Dan saya datang sendiri,” kata dia.


Sementara itu, pengamat hukum pidana Universitas Indonesia (UI) Eva Achjani Zulfa menilai perlu ada identifikasi dulu atas peristiwa tewasnya laskar FPI. "Bila yang terjadi adalah tindak pidana pelanggaran HAM berat sebagaimana dimaksud dalam UU 26/2000 maka menyerahkan pada Komnas HAM adalah tepat. Namun bila yang terjadi adalah tindak pidana biasa seperti yang diatur dalam KUHP maka mengacu pada KUHAP adalah Polri," kata Eva.


Eva menjelaskan, di satu sisi kasus penembakan adalah bentuk pelanggaran HAM yang sekaligus pelanggaran hukum. Oleh karena itu, merujuk pada Pasal 1 angka 6 UU HAM 39/1999 mekanisme terbaik dalam penanganan dan penyelesaiannya adalah melalui sistem peradilan pidana.


"Sayangnya dalam kasus ini oknum pelaku diduga berasal dari institusi terkait. Maka diperlukan suatu lembaga lain yang independen dan dapat dipercaya masyarakat untuk mendampingi kerja Polri dalam menangani masalah ini," ujarnya.


Dia mengimbau agar pemerintah tetap membentuk TPF untuk mengusut kasus tersebut. Menurutnya hal itu diperlukan untuk menjaga netralitas dan memastikan kepolisian bekerja netral.


Comments