Dompet Rakyat Kempes, Rokok Naik & Iuran BPJS Kesehatan Mahal
IDNBC.COM - Tahun 2021 tarif cukai rokok ditetapkan naik 12,5% dan akan berimbas pada harga rokok. Sementara untuk iuran BPJS Kesehatan masih tetap seperti tahun 2020 sebagaimana diamanatkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 yang lebih tinggi dari 2019.
Kenaikan harga rokok akibat meningkatnya tarif cukai dan beban iuran BPJS yang lebih tinggi dibandingkan tahun 2019 tentunya akan berdampak pada daya beli masyarakat Tanah Air.
Mengacu pada Statistik Pendapatan Agustus 2020 BPS, rata-rata pendapatan bersih masyarakat Indonesia mencapai Rp 1,74 juta per bulan, dengan nominal untuk pekerja bebas mencapai Rp 1,47 juta dan berusaha sendiri sebesar Rp 1,92 juta.
Sementara pengeluaran masyarakat Indonesia baik di perkotaan maupun pedesaan rata-ratanya mencapai Rp 1,23 juta dengan rincian 49% untuk keperluan makanan dan 51% sisanya untuk kebutuhan lainnya.
Secara sederhana dengan mengurangkan pendapatan bersih terhadap beban biaya yang harus ditanggung dalam sebulan maka masih ada sisa Rp 471 ribu yang bisa digunakan untuk menabung atau investasi.
Namun dengan iuran BPJS kesehatan yang ditetapkan saat ini pendapatan bersih masyarakat RI akan terimbas turun dengan asumsi tidak ada kenaikan upah di tahun 2021 secara serempak.
Mengacu pada Perpres yang sudah ditetapkan maka iuran untuk kelas I naik 88% dari Rp 80 ribu per bulan menjadi Rp 150 ribu per bulan. Untuk kelas II naik 116% dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu.
Khusus untuk kelas III kenaikannya paling rendah. Awalnya iuran dipatok sebesar Rp 25,5 ribu per bulan. Kini naik menjadi Rp 42 ribu. Namun karena disubsidi sebesar Rp 7 ribu kenaikannya hanya menjadi Rp 35 ribu atau 37%.
Jika saat ini ada 55 juta orang lebih yang tergolong ke dalam PPU baik yang sifatnya ASN (PNS, TNI, Polri) maupun badan usaha maka dengan skema iuran yang ada sekarang potongan dari gaji untuk pembayaran BPJS Kesehatan secara riil menjadi 2%.
Hal tersebut diakibatkan karena skema iuran saat ini adalah 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% oleh pekerja. Meski secara nominal potongannya 1% tetapi secara riil karena kenaikan BPJS Kesehatan menjadi dua kali lipat, potongannya menjadi 2%.
Artinya secara kalkulasi sederhana pendapatan bersih para pegawai atau pekerja telah tergerus sebesar 2%. Sebenarnya dengan skema iuran BPJS saat ini yang naik dua kali lipat dibanding 2019 juga harus diwaspadai.
Ada kurang lebih 30 juta anggota PBPU-mandiri yang saat ini mengikuti program BPJS Kesehatan. Namun untuk kelompok yang mengikuti jalur mandiri ini cenderung memiliki tingkat partisipasi yang rendah. Bahkan lebih rendah dari 60%. Kelompok inilah yang membuat keuangan BPJS Kesehatan tekor dan defisit.
Dengan iuran BPJS yang lebih mahal ada kecenderungan akan menurunkan tingkat partisipasi dari kelompok pembayar iuran mandiri. Sehingga akan menimbulkan masalah yang sama di kemudian hari apalagi di tengah keterbatasan ruang fiskal pemerintah.
Setiap bulannya masyarakat Indonesia mengeluarkan 6% dari total pengeluarannya untuk rokok. Apabila dengan kenaikan cukai sebesar 12,5% harga rokok jadi melabung 14% maka ada beberapa kecenderungan yang terjadi.
Pertama, bagi kelompok yang aktif merokok akan tetap merokok tetapi beralih ke rokok yang lebih murah atau bahkan ilegal. Namun bagi mereka yang tetap setia pada pilihan merek rokoknya maka mereka harus rela merogoh kocek lebih banyak atau sekitar 6,6% dari total pengeluarannya.
Dengan begitu kelompok ini harus merealokasi anggaran belanja dari pos lain untuk mengkompensasi kenaikan pengeluaran rokok. Atau bahkan ekstremnya mereka akan tetap merokok dan tak melakukan realokasi sehingga alokasi untuk tabungan atau investasi menjadi turun.
Bagi mereka yang kurang terlalu aktif merokok ada kecenderungan untuk berhenti. Bagaimanapun juga kenaikan harga rokok akan sangat berdampak pada kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Apalagi andil rokok terbilang besar terhadap kemiskinan. BPS mencatat kontribusi rokok terhadap kemiskinan mencapai lebih dari 10% baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
Bagi mereka yang merokok sekaligus rutin membayar iuran BPJS kesehatan maka mereka akan kehilangan kurang lebih hampir 8,5% dari pendapatan mereka untuk rokok dan BPJS Kesehatan.
Di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, jumlah karyawan yang dirumahkan dan bahkan PHK meningkat. Pada Agustus lalu jumlah pengangguran di Indonesia meningkat 2,77 juta orang. Hampir 10 juta orang di Tanah Air menganggur.
Fenomena pengangguran masal dan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak cenderung membuat pendapatan masyarakat menurun. Namun dari sisi pengeluaran beban biayanya meningkat.
Kendati ada hampir 132 juta masyarakat yang mengikuti program BPJS Kesehatan dengan bantuan APBN maupun APBD tetap saja daya beli masih menjadi masalah utama di tengah resesi ekonomi seperti sekarang.
Daya beli masyarakat Indonesia juga terus surut. Hal ini terlihat dari kecenderungan tren inflasi inti yang melambat. Inflasi inti merupakan fenomena kenaikan harga barang yang cenderung menetap (persisten). Artinya jika inflasi inti melambat ada masalah dengan daya beli masyarakat.
Pada November lalu, BPS melaporkan tingkat inflasi inti Indonesia berada di posisi 1,67% (yoy). Ini merupakan inflasi inti terendah dalam lebih dari 10 tahun terakhir.