Koalisi Sipil Minta Jelaskan Maksud Tanda Merah 51 Pegawai KPK

Redaksi


IDNBC.COM -
KPK bersama BKN telah menyatakan bahwa 51 pegawai yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak bisa lagi menjadi pegawai KPK karena hasil asesmen berwarna merah dan tak bisa dibina lagi. Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi meminta agar maksud stigma warna merah tersebut dijelaskan.


"Kita tahu kemarin Pak Alexander yang menyampaikan yang 51 orang itu tidak bisa dibina dan diberikan tanda merah," kata Kurnia Ramadhan yang menjadi bagian Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dalam konferensi pers di Youtube Sahabat ICW, Rabu (26/5/2021).

Dia menilai tak sepantasnya Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membuat stigma bahwa 51 pegawai KPK yang tidak lolos TWK dicap 'merah'. Sebab, kata Kurnia, Alex telah menjadi Komisioner KPK sejak 2015 tentu sudah tahu bagaimana rekam jejak para pegawai tersebut.

"Tentu Pak Alexander pasti tahu bagaimana rekam jejak dari seluru pegawai KPK yang dianggap non-aktif, perkara-perkara yang sering di bangga-bangga oleh komisioner era Agus Rahardjo yang salah satunya Alexander Marwata adalah perkara yang ditangani pula orang-orang yang tergabung dalam 75 atau 51 pegawai KPK yang diberhentikan," ucap Kurnia.

Menurut Kurnia, tidak diungkapnya maksud cap 'merah' terhadap 51 pegawai KPK itu akan menjadi multitafsir di publik. Dia ingin agar pimpinan KPK membuka nama-nama yang dicap 'merah' tersebut.

"Tentu ini multitafsir di tengah publik, apa arti merah itu? apakah merah itu artinya radikal, atau merah itu artinya subversif atau merah itu artinya teroris, kan itu tidak jelas dan itu stigma serius kepada mereka semua," ujarnya.

Kurnia mengatakan bagi pihak yang mencap 'merah' 51 pegawai KPK itu untuk membuktikan. "Apa indikator mengatakan mereka itu radikal dan lain sebagainya, dan ini memang rangkaian kontroversi beberapa pimpinan KPK," katanya.

Kemudian Kurnia juga mengungkap sejumlah kejanggalan dalam proses TWK pegawai KPK. Menurutnya, TWK itu secara formil itu adalah pertentangan hukum yang cukup serius karena muncul atau diselundupkan oleh pimpinan KPK melalui aturan internal KPK Nomor 1 tahun 2021.

"Padahal regulasi itu tidak memiliki cantolan hukum dalam UU KPK baru, dalam PP Nomor 41 tahun 2020 tidak pernah disebutkan ada mekanisme seleksi, tak ada penyebutan kata tes untuk pengalihan status kepegawaian KPK. Bahkan putusan MK pun ditabrak oleh pimpinan KPK atau pun Kepala BKN," katanya.

"Putusan MK sudah menyatakan bahwa pengalihan status pegawai KPK tidak boleh merugikan pegawai-pegawai KPK dan itu pun disitir atau diambil Presiden Jokowi ketika beberapa waktu lalu mengeluarkan pernyataan. Presiden secara spesifik menyebutkan bahwa TWK tidak bisa serta merta begitu saja dijadikan alasan untuk memberhentikan pegawai KPK," tambahnya.

Kurnia menilai dalam pengambilan keputusan KPK dan BKN, Jokowi seperti tidak dihargai lagi sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara. Padahal, kata dia, pasca perubahan UU KPK tepatnya Pasal 3 itu memasukkan KPK dalam rumpun kekuasaan eksekutif, yang berimplikasi dalam konteks administrasi mestinya KPK tunduk pada eksekutif.

"Kedua Pasal 25 UU ASN secara jelas menyebutkan bahwa presiden adalah pembina tertinggi dari ASN dan itu pun ditabrak oleh kepala BKN dan pimpinan KPK," ujarnya.

Sumber https://news.detik.com/berita/d-5583176/koalisi-sipil-minta-jelaskan-maksud-tanda-merah-51-pegawai-kpk

Comments