Jejak Tentara Jepang di Kabupaten Sarmi Papua

Redaksi


IDNBC.COM
- Jejak tentara Jepang masih tersisa di Kabupaten Sarmi, Papua. Sejumlah benda peninggalan dari tentara Jepang masih terlihat di kawasan Tanjung Batu, Distrik Sarmi Timur, Kabupaten Sarmi.


Konon, lokasi itu dijadikan tentara Jepang sebagai pangkalan dan lokasi persembunyian pada Perang Dunia II dalam melawan sekutu.

Komunitas Vespa Adventure Jayapura (VAJ), mencoba menyusuri sejumlah lokasi yang dulunya dijadikan lokasi tentara Jepang di Sarmi. Dalam perjalanan itu, VAJ ditemani Melki Yahas, pengelola kawasan wisata bersejarah Tanjung Batu Sarmi.

"Meriam dan jangkar dari tentara Jepang masih bisa dilihat di lokasi ini," jelas Melki mengawali perjumpaannya dengan VAJ.

Melki menyebutkan diperlukan sedikit perjuangan untuk menyusuri hutan, lokasi persembunyian tentara Jepang di Sarmi berhadapan langsung dengan lautan Pasifik, sebelah utara Kabupaten Sarmi. Lokasinya memang terlihat sangat strategis untuk menjadi pangkalan tentara saat itu

Mistis

Dengan dipandu oleh Melki, VAJ menyusuri pantai berpasir hitam yang dipenuhi dengan ranting pohon yang berserakan di pinggir pantai berombak itu. Kata Melki, ada 3 lokasi yang diduga sebagai lokasi persembunyian tentara Jepang pada zamannya.

Lokasi pertama, Melki meminta rombongan VAJ meninggalkan uang koin atau puntung rokok di atas piring lebar berbahan keramik yang biasa dijadikan mas kawin masyarakat Papua daerah pesisir pantai.

"Tujuannya untuk menghormati penjaga di lokasi ni. Kita kasi koin atau beberapa batang rokok. Itu kepercayaan orang tua sejak dulu," kata Melki.

Setelah meletakkan koin dan batang rokok, Melki menuntun rombongan VAJ melewati celah bebatuan karang dan masuk ke dalam gua. Di situ beberapa pecahan botol minuman Jepang sejenis sake dan mangkok masih bisa terlihat di dalam gua.

"Gua ini menjadi lokasi persembunyian tentara Jepang, untuk mengintai musuh yang datang dari laut Pasifik," ucapnya.

Pada lokasi itu juga dijumpai meriam yang berada tepat di depan gua, walaupun terlihat beberapa komponennya sudah hilang, hanya tersisa corong meriamnya saja.

"Dulu banyak orang datang mengambil komponen pada meriam ini dan dijual ke pengepul besi tua. Jadi, hanya tersisa yang saat ini kita lihat di sini," jelasnya.

Rombongan VAJ kembali melanjutkan pada lokasi kedua yang berada di sekitar Holmafen, Distrik Sarmi Timur. Pada lokasi ini, terlihat jangkar kapal yang diduga milik kapal perang AS. Pada jangkar itu dapat terlihat beberapa tulisan yang masih nampak walaupun kondisinya sudah berkarat.

Jangkar tergeletak sekitar 200 meter dari bibir pantai. "Warga yakin dulunya air laut naik sampai di lokasi jangkar ini. Pernah jangkar mau dipindahkan ke pantai, tapi tidak bisa. Bahkan sudah coba pakai alat berat, malah alat beratnya yang rusak. Jangkar ini sangat berat, tidak bisa dipindahkan lagi, jadi dibiarkan saja di sini," ujarnya.

Perjalanan dilanjut ke lokasi ketiga. Pada lokasi ini ditemukan 3 buah meriam di tengah hutan. Semuanya mengarah ke utara lautan Pasifik. Lagi-lagi akses untuk mencapai lokasinya harus berjalan ke dalam hutan.

"Kami hanya berharap lokasi bersejarah ini mendapat perhatian dari pemerintah. Mungkin dapat dikelola dengan baik dan menjadi lokasi wisata," katanya.

Irul, salah satu anggota VAJ mengatakan dengan mengunjungi lokasi bersejarah, bisa membuat ikut merasakan bagaimana suasana pada masa peperangan.

"Lokasi ini sangat lengkap sebagai lokasi wisata bersejarah, sebab masih banyak tersisa benda-benda yang ditinggalkan tentara Jepang dan lokasinya masih natural, menyatu dengan alam sekitar. Yang pasti dengan mengunjungi lokasi bersejarah, kita mendapat ilmu tambahan bagaimana tentara Jepang membangun pertahanan dari musuh," kata Irul.

Perang Pasifik

Perang Pasifik membawa Jepang tiba di Kabupaten Sarmi, Papua. Saat itu, pertempuran sengit berat sebelah terjadi, antara sekutu dan Jepang di Pulau Wakde, Sarmi tahun 1944.

Dalam perang itu menewaskan 4000 pasukan Jepang, serta 75 orang yang jadi tawanan perang. Sementara korban tewas di pihak sekutu sebanyak 415 pasukan Amerika.

Dalam perang Pasifik, Papua termasuk kawasan strategis Panglima Tertinggi Komando Daerah Pasifik Barat Daya, Jenderal Douglas Mac Arthur dalam rangka serangan balik menuju Tokyo.

Sekutu yang terdiri Amerika, Australia , Inggris dan Belanda menyerbu Hollandia (Jayapura) pada 22 April 1944, armada Sekutu yang begitu besar jumlahnya mendekati Pantai Hollandia.

Tidak kurang 215 kapal perang didukung kira-kira 800 pesawat terbang membayangi kesatuan-kesatuan sekutu yang mendarat dari dua arah. Dari Teluk Tanah Merah (Depapre) dan Teluk Humboldt (Pantai Hamadi).

Operasi ini diberi sandi “reckless” dipimpin Jenderal Douglas Mac Arthur dibantu Laksamana D. E. Barbey dan Letnan Jenderal R. L. Eichelherger dari atas kapal induk Nashville. Pukul 10.00 pagi tanggal 22 April 1944 Jenderal Douglas Mac Arthur mendarat di Pantai Hamadi, Kota Jayapura.

Mac Arthur memilih Ifar Gunung di Sentani, Kabupaten Jayapura sebagai markasnya, dengan beberapa alasan yaitu berada di ketinggian, sehingga bisa mengawasi pergerakan pesawat di lapangan terbang Sentani.

Udara Ifar Gunung sangat sejuk pada pagi hingga sore hari serta dingin pada malam hari, Mac Arthur sangat menyukainya, sangat alami dan tidak diperlukan AC.

Ifar Gunung banyak ditumbuhi pohon pinus dan pohon kasuari, berpanorama indah perbukitan hijau seperti daerah subtropik Amerika.

Hal inilah yang membuat Mac Arthur dapat berpikir tenang dalam menyusun strategi lompat katak sebagai serangan balik menuju Tokyo.

Sumber https://m.kumparan.com/amp/bumi-papua/jejak-tentara-jepang-di-kabupaten-sarmi-papua-1vGLqIzWYOB

Comments