Anak Pemulung yang Ditemui Risma di Kolong Jembatan Pegangsaan Meninggal

Admin


IDNBC.COM
- Hairani, 30 tahun, putri dari Munarsih, pemulung yang dijumpai Menteri Sosial Tri Rismaharini atau Risma di kolong jembatan, Pegangsaan, Jakarta Pusat, meninggal.


Lurah Pegangsaan Parsiyo, mengatakan sebelum anaknya meninggal,


Munarsih menerima tawaran Risma untuk direlokasi ke Balai Penampungan Sementara di Bekasi, Jawa Barat.


“Harapannya (Munarsih) ke Bekasi itu bukan pindah ke sana, tapi berobat karena anaknya sakit. Dibawa lah ke sana hari Ahad (3 Januari 2021),” kata Parsiyo lewat sambungan telepon.


Menurut Parsiyo, Hairani sudah menderita penyakit yang menyebabkan kelumpuhan selama empat tahun terakhir. Atas dasar itu, Munarsih menerima tawaran Risma untuk direlokasi ke Balai Penampungan Sementara. “Di sana (Balai Penampungan Sementara) juga katanya ada klinik untuk kesehatan. Ibu Munarsih tertarik karena anaknya sakit maka mengiyakan,” ujar Parsiyo.


Namun, sehari setelah berada di balai, kondisi Hairani memburuk. Kemensos lantas membawanya ke RSCM menggunakan ambulans untuk berobat. Parsiyo mengatakan, Munarsih memang biasanya membawa Hairani ke rumah sakit tersebut untuk berobat. Namun, berdasarkan catatan RSCM, Munarsih sudah tak pernah kontrol kesehatan selama lima bulan terakhir.


Hairani lantas diberi obat dan kembali ke balai penampungan di Bekasi bersama Munarsih. Setelah itu kondisi Hairani tak membaik, malah memburuk.


Pihak Kemensos, kata Parsiyo, akhirnya memutuskan membawa Hairani berobat di Rumah Sakit Umum Daerah Juanda, Bekasi, pada Selasa, 5 Januari 2021.


“Informasinya meninggal di perjalanan ke rumah sakit,” ujar Parsiyo. Jenazah Hairani pun telah dikebumikan pagi ini di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Menteng Pulo, Jakarta Selatan.


Parsiyo mengatakan, kalau Hairani tak tinggal di kolong jembatan Kali Ciliwung bersama ibunya. Yang tinggal di sana, kata dia, hanyalah Munarsih. Mereka sebenarnya memiliki rumah di RT 003 RW 003, Kelurahan Pegangsaan, Jakarta Pusat, tempat Hairani bersama beberapa saudara kandungnya tinggal.


Sebelumnya Hairani tinggal di daerah Matraman, Jakarta Pusat. Baru setahun ke belakang dirinya pindah ke rumahnya saat ini di pegangsaan. Hal itu menunjukkan bahwa Munarsih dan Hairani bukan lah tunawisma lantaran memiliki rumah. “Almarhumah (Hairani) ini tidak pernah tinggal di kolong jembatan. Kalau ibunya (Munarsih) iya,” ucap Parsiyo.


Adapun Munarsih bermata pencaharian sebagai pemulung. Menurut Parsiyo, alasan wanita berusia 60 tahun itu membangun rumah semi permanen di kolong jembatan adalah agar dekat dengan tempat dirinya menyimpan hasil memulung. “Memang profesinya memulung, ya begitu lah, orang kita ya, di bawah jembatan itu kan ada ruang yang bisa dia manfaatkan. Pelan-pelan dia bangun bedeng akhirnya yang lain ikut,” ujar Parsiyo.


Parsiyo menyebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kerap menawarkan Munarsih dan warga lain yang tinggal di kolong jalan layang itu untuk direlokasi ke rumah susun sederhana sewa atau rusunawa. Tawaran itu hingga saat ini ditolak dengan alasan jauh dari tempat mereka bekerja.


Parsiyo juga memastikan kalau Munarsih sudah menerima bantuan sosial yang diberikan dalam rangka pandemi Covid-19 lantaran wanita itu memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) Jakarta. “Tentu RW sudah menerima bantuan dan mereka salurkan ke warganya. Sudah menerima mereka. Bantuannya program pemerintah untuk Covid-19 dari bulan Maret sampai Desember kemarin,” kata Parsiyo. 


Comments