Ramai Seruan Pembangkangan Sipil Tolak Bayar Pajak Gara-gara UU Cipta Kerja, Ini Kata DJP

Admin


IDNBC.COM
- Usai disahkannya Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja oleh Pemerintah dan DPR RI pada 5 Oktober 2020, seruan pembangkangan sipil terus menggema ke publik.


Dari mulai aktivis, akademisi bahkan media nasional secara terang-terangan menyerukan pembangkangan sipil lantaran Pemerintah dan DPR RI ngotot mengesahkan UU Cipta Kerja meskipun ditolak rakyat.


Baru-baru ini, aktivis hak asasi manusia yang juga Direktur Kantor Hukum dan HAM Lokataru, Haris Azhar menyerukan pembangkangan sipil menolak membayar pajak melalui stasiun televisi.


Selain itu, akademisi yang juga ahli hukum dari Universitas Gadjah Mada atau UGM, Zainal Arifin Mochtar juga menyerukan hal yang sama dalam sebuah konferensi pers virtual.


Bukan tanpa alasan adanya seruan pembangkangan sipil dengan menolak membayar pajak karena adanya UU Cipta Kerja.


Sebab, dalam undang-undang sapu jagat itu pemerintah memberikan keringanan administrasi bagi wajib pajak yang tidak melakukan kewajibannya membayar pajak.


Keringanan yang dimaksud yaitu sanksi denda dikurangi dari yang berlaku saat ini atau di bawah 2 persen.


Oleh banyak pihak, aturan itu dinilai tidak adil karena pemerintah malah memberikan keringanan bagi pengemplang pajak.


Menanggapi seruan pembangkangan sipil dengan menolak membayar pajak, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo angkat bicara.


Menurut dia, pembangkangan sipil dengan menolak membayar pajak tidak akan efektif. Sebab, tingkat kepatuhan membayar pajak di Indonesia masih rendah.


"Pembangkangan sipil tak bayar pajak akan efektif jika tingkat kepatuhan pajak tinggi. Tanpa prasyarat itu, pengemplang pajak akan berpesta pora," kata Yustinus, dikutip dari KompasTV, Selasa (27/10/2020).


Hal yang sama juga disampaikan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Dalam pernyataan resminya, DJP menyatakan seruan pembangkangan sipil dengan menolak bayar pajak merupakan ajakan yang sangat salah.


"Pembangkangan sipil dengan ramai-ramai tidak membayar pajak merupakan seruan yang salah. Sebab, akan membahayakan Republik Indonesia," tulis DJP dalam keterangan resminya.


Menurut DJP, mengajak orang-orang untuk tidak membayar pajak bisa menjerumuskan negara ke jurang kerusakan yang dalam.


Terlebih, kepatuhan pajak di Tanah Air saat ini relatif masih rendah. Dengan menolak membayar pajak, maka hanya akan menguntungkan orang yang selama ini tidak patuh membayar pajak atau para pengemplang pajak.


Padahal, kata DJP, penerimaan pajak sangat penting untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi virus corona atau Covid-19 melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang anggarannya dialokasikan sebesar Rp 695,2 triliun.


"Penolakan membayar pajak hanya akan memperlebar defisit fiskal dan semakin menekan perekonomian nasional," tulis DJP.


"Di samping juga menimbulkan risiko besar dari sisi kesehatan masyarakat karena tidak tertanganinya pandemi Covid-19 dengan baik dan cepat."


Comments